SEPTEMBER KELABU
Hembusan nafas bumi masih terasa begitu dingin
diakhir
bulan Agustus, membawaku pada memoar indah
tentang sejarah hidupku di bumi nusantara. Aku adalah
orang desa
yang sedang menuju kota untuk
mempelajari ilmu pengetahuan, berharap apa yang ku pelajari kelak bermanfaat dan
mampu meraih
masa depan yang
cemerlang. Diperjalanan kudapati papan nama “Bone
Kota Beradat”, tanda bahwa aku telah memasuki Kota Bone. Hmmmm, tulisan di papan nama itu
membuatku mengingat prinsip kehidupan yang aku pakai selama ini yakni Appakalebbireng
(penghormatan).
Di daerah kelahiranku sangat menganut
paham appakalabbireng, dimana paham yang sesuai dengan agama. Dengan
berakhlak yang baik dan saling menghormati akan membawa manusia menjadi pribadi
yang bermartabat.
Secara alamiah,
manusia cenderung ingin mendapat tanggapan atau penghormatan atas apa yang dia
lakukan. Sikap dalam menuangkan ekspresi positif telah memicu setiap orang
untuk terus menghasilkan karya terbaiknya demi kebaikan dirinya dan orang lain.
Dan ku upayakan tingkahku dapat menghargai orang lain agar aku mampu merasakan
efek positif dari sebuah penghormatan.
Dalam menghormati
orang lain, tidak harus dengan melihat siapa dia, bagaimana derajatnya, statusnya, organisasinya,
ataupun pekerjaannya. Penghormatan akan membawa kita menuju pada kisah sejarah
manusia, mengerti dan memahami arti peradaban yang sesungguhnya, arti dari
akhlak yang baik, arti akan indahnya adat orang kampung yang tidak akan hilang
ditelan zaman.
Perjalanan semakin membawaku
jauh dari kampung halaman. Tujuanku terasa kian mendekat. Namun,
kadang aku merasa was-was, apakah prinsip appakalebbirang yang menyatu
pada jiwa ragaku akan terus terpatri dalam keseharianku?
Saat aku sampai di kota, terlihat
lampu-lampu bersinar dengan keindahan cahayanya yang berwarna-warni.
Kendaraan begitu ramai, manusia begitu banyak yang berkeliaran di sana sini. Terasa hidup semakin
hidup karena menemukan banyaknya orang yang berbeda karakter, berbeda
pemahaman, berbeda daerah dan berbeda warna kulit. Aku kembali berfikir akankah
diri ini mampu menjadi pribadi yang berkarakter dan mampu mempertahankan
prinsip Appakalebbireng kepada orang lain!
Awal September kuliah umum dimulai.
Pakaian hitam dan putih bertebaran dimana-mana, kepala gundul menjadi
bukti nyata bahwa kami mahasiswa baru di sini, pemahaman kepala botak kami
dapat dari penjelasan mahasiswa lama bahwa filosofinya gundul adalah bukti
pengalaman dan pemahaman tentang kampus itu masih baru, seiring bertambah
panjangnya rambut pertanda bahwa mahasiswa itu sudah lama di kampus.
Kuliah umum berlangsung
di gedung auditorium. Seorang doktor
lulusan dari salah satu universitas di Jerman menyampaikan profil dirinya, ia merupakan orang pribumi asli Bugis Makassar,
ia berharap membuat semangat mahasiswa baru membara, dan termotivasi untuk
mengelilingi dunia, sehingga memiliki cakrawala berfikir yang tidak fundamental.
Namun, memiliki pemahaman modern. Mahasiswa mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang
ilmu yang tidak kaku, terhadap suatu ilmu pengetahuan yang layak, dan mahasiswa mampu memberikan penjelasan kepada
masyarakat tentang ilmu pengetahuan yang fleksibel agar diterima oleh semua lapisan
masyarakat.
Jerman adalah negara yang modern. Negara
yang maju dalam hal ekonomi, maju dibidang intelektual dan tekhnologinya.
Mahasiswa didoktrin agar berkembang menatap cerahnya masa depan yang menanti,
tapi harus disadari bahwa cerah dan tidaknya masa depan itu tergantung seberapa
besar usaha yang dilakukan sekarang. Teringat kembali prinsip Appakalebbireng,
Aku berfikir apakah orang seperti ini yang harus aku hormati? Ataukah para
mahasiswa lama menginjakkan kaki di kampus? Hati terus bertanya-tanya kepada
siapa harus kuabdikan rasa hormat yang kubawa dari kampung halamanku.
Fajar semakin terik, suasana di dalam
ruangan sangat sesak karena banyaknya mahasiswa yang haus akan ilmu
pengetahuan, maupun mahasiswa yang terpaksa kuliah karena tuntunan zaman dan
perintah orang tua, mereka sedang
asyik duduk berbarengan dan menikmati suasana kuliah umum pada saat itu. Dalam
keasyikan menyimak, Tiba-tiba “Prakkk” kami kaget, suara apakah gerangan???
Ternyata suara kaca yang pecah akibat pukulan bambu yang dihantamkan oleh
mahasiswa lama, mereka merasa tak dihargai oleh pihak birokrasi kampus yang sementara
melanjutkan kuliah umum pada saat itu.
Esok harinya aku kembali merenung,
tentang beberapa peristiwa yang kualami pada
hari pertama kuliahku di kampus. Haruskah aku mengormati mahasiswa lama
yang prilakunya mencerminkan pada akhlak yang kurang baik karena mengacaukan
kenangan pertama kami di kampus? Ataukah aku harus menghormati pihak birokrasi
kampus yang merubah tradisi mahasiwa lama diberikan kebebasan bersilaturahmi
kepada adik-adiknya.
Aku semakin bingung, prinsip kehormatan
yang kumiliki akankah ternodai akibat suasana yang mengharuskanku untuk tidak
menghormati mereka, yang tidak memperlihatkan akhlak agar dihormati masyarakat
kampus, yang sering dikenal sebagai kaum intelektual, kaum akademis yang
mempelajari ilmu bukan sekedar untuk dilahap kepentingan pribadi, namun
mempelajari ilmu agar menjadi pemuas dahaga masyarakat awam yang tidak pernah
menginjakkan kakinya di kampus.
Aku datang meninggalkan kampung halaman
untuk belajar tentang akhlakul karimah.
Aku datang dari kampung yang memiliki
prinsip saling menghormati satu sama lain namun mengapa yang nampak
di hadapanku suasana yang tidak memiliki rasa hormat, haruskah aku kembali
untuk menanggalkan rasa hormat kepada orang lain kemudian belajar kampus tanpa
memiliki rasa hormat kepada siapapun?
Aku teringat sebuah kata dari kitab Ta’lim
wa al-Muta’allim, dipesankan dari imam Syafi’i bahwa salah satu akhlak yang
wajib dimiliki seorang pelajar adalah menghormati guru. Kini aku kembali sadar,
bahwa aku seorang pelajar dari kampung yang memiliki prinsip saling menghormati
satu sama lain. Menghormati
sumber ilmu pengetahuan, yakni guru. Aku tak akan menodai prinsipku karena
suasana pertama yang aku dapat di kampus. Tapi, aku harus
bangkit menjadi pribadi yang memiliki rasa hormat sehingga mendapatkan
kehormatan sebagai
manusia yang memiliki
ilmu pengetahuan. Menghormati guru berarti menghormati
ilmu, dan melahirkan keberkahan.
Posting Komentar untuk "SEPTEMBER KELABU"