Motivasi Berperadaban
Muhammad Asriady
Mari Berperadaban.
Madinah pada mulanya adalah bangsa yang terbelakang, tandus,
penuh dengan kenistaan dan masyarakatnya kerap melakukan peperangan. Saat Islam
datang di bawa oleh Nabi Muhammad saw. menjadikan Madinah sebagai kota beradat,
beradab, damai, tentram yang kerap disebut Al-Madinah Al-Munawwarah, Dar
as-Salamah, Qubbatul Islam.
Konsep yang di tawarkan oleh Nabi Muhammad Bukanlah konsep
ingin menyatukan semua manusia menjadi Islam karena seandainya semua manusia
ingin di Islamkan oleh Allah pastilah itu terjadi dan Nabi tinggal berdoa
kepada Sang Maha Kuasa untuk hal itu. Jadi fahaman yang dimiliki jangan terlalu
memaksakan kehendak, ingin menyatukan bahkan memaksakan kehendak semua orang
masuk Islam, dunia ini milik bersama, cukup menjadi manusia saleh secara vertikal
dan saleh secara horizontal (hablun minalllah wa hablun minannas)
Rasulullah membumikan al-Qur’an dan menampakkan sunnah kepada
masyarakat Madinah, dalam sirah Nabawiyah banyak orang masuk Islam walau Nabi
belum berdakwah kepada mereka (hal ini perlu menjadi teladan, jangan sampai
pendakwah membuat manusia jauh dari Islam, berusaha menjadi pendakwah yang dirindukan
oleh umat).
Banyak pertanyaan yang bergelanyut dalam benak kita, kenapa
Nabi mampu membuat Madinah sebagai kota/bangsa yang beradab? System apa yang
digunakan Nabi agar Islam semakin jaya di Madinah? kira-kira bagaimana strategi
Nabi dalam membangun peradaban tersebut?
Sebuah nilai dan inspirasi dari Alquran QS. Al-Jumuah
ayat. 2:
Terjemahannya:
Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang nyata.
Ayat tersebut merupakan gambaran
peradaban yang dilakukan Rasulullah dengan 3 langkah:
Pertama, tilawatul
ayat (membaca ayat)
Membaca lafaz al-Qur’an dan memahami
serta mengamalkan makna yang terkandung di dalamnya. Cara membacanya harus
benar dan tepat, memahami maknanya dengan baik, mengamalkan nilainya dengan
santun, agar manusia menjadi damai dengan kehadiran al-Qur’an.
Memahami secara umum tentang
ayat-ayat (tanda-tanda): ayat qur’aniyyah (tanda-tanda di dalam
Al-Qur’an), ayat kauniyah (tanda-tanda di alam semesta ini), dan
ayat anfusiyah (tanda-tanda di dalam diri sendiri), berawal dari memahami
tanda-tanda tersebut secara zahiriyah dan batiniah, akan menggiring manusia menuju
pada peradaban.
Kedua, wa
yuzakkihim (mensucikan diri), suci secara lahiriyah dan suci secara
batiniyah. Mensucikan diri banyak informasi yang disampaikan ulama, sebuah
hadis bahwa Nabi beristigfar minimal 100 kali dalam sehari (ini bisa mejadi
petunjuk dan inspirasi buat semua kalangan), secara logika sederhana, Nabi yang
sudah dijamin jauh dari kesalahan dan dosa tetap beristigfar kepada Sang Maha
Pengampun, hal itu menunjukkan bahwa jika jiwa suci, kata akan sopan dan
prilaku menjadi santun.
Sebagai umat Rasulullah mari
berusaha untuk memperbaiki diri, jauh dari kesaahan dan khilafan, minimal jika
tidak mampu membuat orang kejalan yang benar, janganlah merusak usaha orang
untuk menjadi dekat kepada Sang Maha Pengasih.
Ketiga, ta’lim
kitab wal hikmah (belajar kitab dan hikmah), kitab yang dimaksud di dalam
dan di luar al-Qur’an, baik buku dan pendidikan dibangku sekolah. Rasulullah
adalah pendidik yang baik, tidak hanya membuat sahabat menghafal al-Qur’an
tetapi membuat sahabat mampu mengamalkan nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an.
Nabi menganjurkan juga kepada orang tua agar mendidik anak sesuai dengan
zamannya, Nabi mempercayakan kepada sahabat terhadap strategi perang dan hal
keduniaan lainnyya selama sahabat ahli di dalam bidang tersebut.
Rasulullah tidak monoton dalam
memberikan pendidikan kepada sahabat karena Nabi cerdas memberikan apa yang
dibutuhkan masyarakat. Terbukti saat sahabat bertanya mengenai amal apakah yang
baik? Nabi memberikan jawaban sesuai dengan kebutuhan sahabat yang bertanya. Suasana
pendidikan seperti itu harus menjadi teladan kepada seluruh lapisan masyarakat,
baik tenaga pendidik, tenaga pelayan (pemerintah), dan sebagainya. Tidak hanya
mengajarkan ilmu agama, ilmu alam dan ilmu sosial, tapi mengjarkan ilmu yang
sesuai dengan proporsinya atau sesuai dengan peruntukan zamannya. Sebagai pelajar
juga bukan hanya belajar mengejar kualitas prestasi, tapi berusaha belajar
menggapai moral dan akhlak yang baik
Bil Hikmah
dengan hikmah. Ada fahaman bahwa hikmah adalah hadis, dan juga ada yang
memahami hikmah ada sesuatu yang bijak. Dalam hal ini hikmah adalah pengetahuan
yang proporsional sesuai situasi dan kondisinya, sesuai dengan peruntukannya. Mengamalkan
al-Qur’an dan hadis dengan santun dan bijaksana.
Hikmah dari ayat diatas:
Pertama, jadikan al-Qur’an dan hadis
sebagai landasan untuk berperadaban
Kedua, berusaha menjadi pembelajar
dan pengajar al-Qur’an sesuai dengan hadis Nabi saw. Sebaik-baiknya kalian
adalah yang belajar al-Qur’an dan mengamalkannya.
Ketiga, jika ingin mengamalkan
hikmah maka harus mulai dari Al-Qur’an dan hadis. Hikmah adalah hasil bukan
usaha awal untuk diamalkan, setelah belajar dengan baik barulah menemukan dan
mengamalkan hikmah itu dengan baik.
Pondok cabe, 06 Agustus 2016
Posting Komentar untuk "Motivasi Berperadaban"